“Anak lanang kedua yang dulu menghuni rahim ibu kini hampir berusia seperempat abad. Segala doa dan kebaikan selalu didaraskan oleh ayah dan ibu, namun gelap tetap menjadi bayangan hidupku”.
***
Ternyata, sudah hampir tiba di penghujung hari kelahiran “lagi” karena ritual itu selalu terulang dan berulang terus – setidaknya sampai saat ini. Apa yang didapat mungkin belum seindah yang diharapkan. Tapi, mungkin itulah alasan kenapa aku masih diberikan kesempatan untuk bertahan. Sebaiknya, memang harus terus bersyukur karena hanya itu obat penghibur untuk tidak terlalu banyak mengeluh. Meskipun demikian, keluhan itu harus tetap ada sebagai penyadar diri bahwa sebenarnya dapat lebih baik dari sekarang. Satu hal yang pasti dan terpenting adalah tidak berhenti dan puas hanya dengan mengeluh saja.
Sebagai pribadi, belum banyak yang bisa didapatkan di tahun ini dan sebelumnya. Biasanya, hal-hal pribadi itu urusannya hanya sebatas “takdir” yang tidak jauh dari lahir, rejeki, jodoh, dan mati. Aku tidak paham tentang hal-hal itu dan aku tidak akan membuang-buang waktu hanya untuk memikirkan hal yang tak kumengerti. Anggap saja takdir itu misteri, dan satu hal yang bisa dilakukan untuk memecahkan misteri itu adalah “bertahan hidup dan hidup hari ini”.
Umumnya, tingkat kepatutan seseorang itu biasanya hanya dilihat dari apa yang biasa ditunjukkan (misalnya: karir, finansial, dan keluarga). Apakah aku pantas disebut “layak” kalau dilihat dari sudut itu ? Kupikir belum, karena aku belum bisa menjadi apapun sekarang. Lalu, apakah aku harus berhenti ? Sebaiknya jangan. Mengapa ? Mungkin, bukan di tahun ini aku bisa disebut “layak” soal hal-hal itu.
Setidaknya, masih ada kesempatan hidup untuk diriku sendiri, meskipun belum pantas untuk menghidupi anak orang lain. Setidaknya, masih ada waktu untuk bersosialisasi sebelum akhirnya waktu pun akan habis untuk diriku sendiri. Setidaknya, masih ada teman-teman menyebalkan yang selalu memiliki waktu untuk berbagi. Setidaknya, masih ada waktu untuk bisa berkumpul dan merasa sedikit muda (mungkin seperti terlahir kembali). Setidaknya, terus datang hiburan baru untuk membunuh waktu: memancing, membaca, dan mendengar lirik-lirik melankolis. Setidaknya, masih ada pertunjukan dan tontonan yang pantas untuk dinikmati dan didengarkan. Perform band-band indie dan dangdut yang kadang rugi untuk dilewatkan, tapi kadang harus merelakannya karena keterbatasan alasan. Setidaknya, masih ada sisa waktu untuk mengikuti pelaksanaan yudisium dan wisuda.
“Setidaknya”, hanya kata itu yang mengajarkan untuk tetap selalu bersyukur. Soal resolusi, aku tidak pandai beresolusi bertahan. Jalani saja hidup ini dan tidak perlu dibuat list seperti daftar belanjaan. Terus bertahan mensyukuri setiap kisah yang datang dan berganti dengan kisah yang baru dan pasti untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari kemarin. Mengapa harus terpatok dengan resolusi ?
Terima kasih untuk semua hal menyenangkan dan menyebalkan yang selalu datang beriringan.
Bantul, 4 April 2017
Tidak ada komentar :
Posting Komentar