––– untuk simbok-bapak yang menunggu kepulangan aksara
Kawan lain sudah kawin-mawin, beranak-pinak, bersanak-keluarga. Tapi, banyak pula yang pisah jadi duda-janda muda. Pun yang masih bertahan: kerja sekenanya. Hari-hari lewat cepat. Yang sukses, ya berbahagia. Yang sarjana, ya dijunjung bak
bendoro istana. Ada yang ingin mendapat hikmah dan menyebutnya sebagai karunia, lainnya ingin melambung di angkasa.
Mbok, aku masih di tempat, belum apa-apa. Timang-timanglah aku lebih tinggi. Kegusaran ini mengucap semau-maunya tentang apa yang harus disebut dengan kenyataan atau bukan. Mbok, aku lupa cara memikul beban 40 kilo di punggung dan kepala. Ah, itu tlah lampau berlalu, 5 tahun lalu. Apa mbok masih kuat memanggulnya bersamaku ? Jika tidak, ajari lagi saja. Tapi, engkau nampak berbeda, mbok. Tak lagi hangat seperti dulu. Kepada pundak mana harus kusandarkan ? Kepada tubuh mana harus kurebahkan, jika bukan padamu ?
Mbok, buatlah aku bermimpi tanpa harus tidur, sembari kau ceritakan tentang orang-orang yang mati muda di pangkuan. Dongengkanlah juga kisah “tanah indah” yang jadi saksi menyaksikanku mati, hingga semuanya terasa lebih indah dan nyata. Tanpamu takkan sama, tanpamu semua berbeda.
Ah, bapak. Dunia yang kau tawarkan, dunia serba gampang, cuma hati yang berat buat dibuka, mesti tinggal memilih dan meminta. Ah, bapak. Aku tak butuhkan suatu dari dunia. Aku cuma butuhkan orang-orang tercinta, hati terbuka, senyum tawa: dunia tanpa duka, tanpa takut – sebuah dunia dimana kata “kompromi” dan “toleransi” takkan terdengar absurd di telinga.
Pak-mbok, mungkin dunia kita memang belum bisa dibilang sempurna, namun dunia kita tetaplah beririsan, sekalipun irisan itu kecil dan berbeda: irisan kecil surga dalam neraka. Pak-mbok, mungkin suatu saat nanti akan ada nuklir jatuh yang takkan merusak tatanan, melainkan hanya menghapus ingatan dan memutus syaraf tentang pikiran-pikiran
mainstream di kepala.
Beribu terima kasih, simbok-bapak. Terima kasih telah mengumpulkan banyak sekali kisah mengagumkan yang menggambarkan drama suka-duka, cobaan, perjuangan sekaligus berkah dalam kehidupan.
Pak-mbok, adakah aku durhaka ? Ampunkanlah aku jika selama ini hanya berbuat dosa. Tak sanggup diriku menanggung serapah dan murka. Terangilah jalanku dengan rapal doa, tanpa hujatan kafir dan murtad. Karena, cinta tak selalu membutuhkan pertanyaan “mengapa”.
Pak-mbok, Tuhan pun tahu, dengan dosa kupanjatkan surga.
Salam cinta dari dunia maya !
Bantul, 20 Februari 2017