Selasa, 13 Oktober 2015

Aksara Mentari


Kuhias aksaraku dengan sinar, layaknya sang bintang,
agar ia mampu menarik hatimu: saat langit terpandang.
Namun, barulah kusadari.
Di hari ini kugantungkan aksaraku: di langit siang,
dimana tak satupun bintang nampak bersinar – terlahap mentari.



Bantul, 13 Oktober 2015

Senin, 12 Oktober 2015

Dalam Diri (Semua Berpikir Seperti Batu)


Apa yang harus dilakukan tuk menjadi manusia yang dianggap sama dan setara ?
Aku, kau, dia, kalian, mereka; takkan bisa berubah

Siapa aku ?
Siapa kau ?
Siapa dia ?
Siapa kalian ?
Siapa mereka ?

Aku tak tahu aku
Kau tak tahu aku
Dia tak tahu aku
Kalian tak tahu aku
Mereka tak tahu aku

Aku tak bisa berdiri sendiri
Kamu tak bisa berdiri sendiri
Dia tak bisa berdiri sendiri
Kalian tak bisa berdiri sendiri
Mereka pun tak bisa berdiri sendiri

Aku, kau, dia, kalian, mereka; tak bisa hidup sendirian
Aku, kau, dia, kalian, mereka; takkan bisa
Aku, kau, dia, kalian, mereka; sama saja: makhluk lemah


Yogyakarta, 12 Oktober 2015

Kamis, 08 Oktober 2015

Drama Itu Berkisah Terlalu Jauh


Kita duduk, menanti pagi. Menghisap beberapa batang rokok, sedikit saja berasap pekat. Mengobrol entah ke mana, entah tentang apa. Entah ke mana ujung percakapan kita: ke sana, atau tiada. Hening pantai bagai senyumanmu. Ombak dan malam tak bersuara, sesenyap lukisan pasir tentang hidupmu.

“Terkadang, harapan hanyalah sebuah kalimat penenang”
katamu.
“Tapi, kenangan takkan mati”
jawabku.
 
Jadi, apa yang tepat kita lakukan selain tertawa, saat setengah kesadaran jiwa kita hilang tak terjaga.

Drama itu, akan selalu bercerita tentang rasa yang entah bagaimana mendeskripsikannya. Dan gelap, melengkapi keganjilan-keganjilan, tanpa kau dekap. Sesekali, anggur merah masih bernostalgia pada ubun-ubun puncak malam itu, di antara pucat pasi wajah cinta(ku).

Memang, engkaulah samudera
yang karam menenggelamkanku, di palung hatimu paling dalam.


Poncosari, 8 Oktober 2015