Minggu, 21 Desember 2014

Kutukan Lautan


kita dikutuk untuk selalu ke laut;
hanyut atau sampar
mencapai atau terdampar
berlayar atau tenggelam
tapi, lautan mana tak menyimpan badai ?
bayang-bayang mana tak diurapi jelaga matahari: saat begini tenang ?

hanya sedikit huruf, tak lengkap
menghambur kunci mulutku
susah-payah kurangkai, dengan bahasa sesabar batu
namun, tak pernah selesai

kini, di bait ketiga
kapalku mengembara
pada senja
yang luruh serupa candu
dari sedikit buih di bibirmu
tempat segala bermula: kapan saja


Pantai Ngobaran, 21 Desember 2014

Samudera Air Mata


––– diadopsi dari puisi “Laut yang Tak Bertepi” karya Astaman Hasibuan

di Pantai Ngobaran,
di tepian selatan, di Lautan Hindia
ketika sauh dilabuh, dipundak menghimpit
kapan jalan panjang ini berujung ?
kapan jalan ini bertepi ?

nun jauh di sana;
di laut biru yang indah
tak ada yang berubah,
seperti diamnya jawabmu: atas tanyaku.


Pantai Ngobaran, 21 Desember 2014

Kamis, 06 Februari 2014

Peri Malam yang Tersesat


semu gema bayang hitam
butir-butir malam menyapa perlahan
aroma tanah serupa candu mengendap
sisihkan peri malam yang tersesat

wajah-wajah murung menyeringai
pun teduh payung baja menengadah
–  yang terlepas: kerudung hitam tertanggal
tepat makhluk jejadian digentayangkan: malam

khayal indah di sela pasrah
dendang damai di puncak syahwat
terpujilah sang penggadai kenikmatan !
–  yang kasmaran, tak terucapkan

secawan anggur ingatkan bayang yang masih meraja
menangis dalam tertawa, sedih dalam gembira
atau sebaliknya,
tak ada bias bholam memancar di kamar: temaram ?

biarlah bilah-bilah setan hantam jiwa !
–  sandarkan kelam sejuta kata
tak ubah ambrosia buai sukma;
jauhkan duka, pun jua nestapa

semoga, petir di luar melebatkan !
biar redup fajar hanyutkan tikus-tikus di Ombak Selatan


Pantai Parangkusumo, 6 Februari 2014

Sabtu, 04 Januari 2014

Tanah, Api, Cahaya


––– diadopsi dari catatan facebook Ary Modjo berjudul “Sampai Tuhan Tak Berkenan”

Terserah...
Aku bukan malaikat yang tercipta dari cahaya tenang, yang punya satu tujuan: hanya untuk mengabdi.
Terserah...
Kalau aku ternyata setan yang tercipta dari api, yang berkobar, menggebu, menjilat: siap menghasut para pengabdi.

Nyatanya,
Aku hanya tercipta dari segumpal tanah, yang menjadikan daging dan roh untuk hidup, yang tercipta dan diberikan komponen bernama “hati”. Bongkah tanah yang diberi air dan ilmu, menyerap dan mengembang dengan pemikiran tak terbatas: yang tak ada dalam karya cipta sebelumnya, yang menjadikan senjata untuk melawan atau dilemahkan.

Tanah ini mudah dibentuk sesuai keinginan pikiran dan hati – sampai sombong sendiri. Tapi, aku hanya tanah yang pada titik terpanas juga akan pecah dan musnah, luruh dan jatuh dalam hempasan waktu.

(jadi murni dan bebas – sampai Tuhan “tak berkenan” !)


Yogyakarta, 4 Januari 2014